Q&A : Anakku Tidak Punya Rasa Takut



Bersama Kirdi Putra

Q: Anakku tidak punya rasa takut, tokoh kartun yang tidak mati-mati, membuat anakku tidak takut pada apapun. Bagaimana menjelaskan antara kenyataan dengan dunia kartun?Ani-Jakarta

A: Menjelaskan antara kenyataan dengan dunia kartun merupakan hal yang cukup menantang untuk dilakukan bagi anak-anak, karena masa anak-anak adalah masa ketika semua nilai dan kepercayaan dalam diri dan pikiran terbentuk, sehingga pikiran seorang anak kecil, itu seperti spons. Karena pikiran seorang anak mirip seperti spons, menyerap segalanya seperti apa adanya, maka apa yang dia lihat, dengar, dan rasakan, itulah merupakan kenyataan baginya. Jadi apa yang harus kita lakukan, apakah kita harus selalu mendampingi dia untuk tiap film yang ditontonnya? Tentu jawaban pertanyaan ini akan bertabrakan dengan waktu kita sebagai orang tua kan?

Jadi, apa yang bisa kita lakukan? Benar, bahwa kita harus mendampingi anak kita ketika menonton acara-acara di televisi, dimana bahkan untuk beberapa tayangan kartun, bisa saja terjadi salah persepsi mengenai apa yang bisa dilakukan di dunia nyata dengan tidak. Yang kita lakukan ketika mendampingi anak kita, sambil menonton tayangan kartun tersebut, sambil bermain tanya jawab dengan anak kita itu. Tanyakan pada dia ”itu beneran atau bukan?” (seorang anak akan lebih suka dan lebih cepat menangkap untuk hal-hal yang berbentuk permainan dan interaktif, apalagi dengan orang tuanya), kalau jawabannya salah, tidak perlu bilang ”Kamu salah”. Kenapa? Karena dia belum tahu atau belum masuk di pikiran bawah sadarnya, mana yang salah dan mana yang benar. Cukup kasih tahu ”Yang benar ini....” sambil beritahu mana yang benar/ nyata. Kalau benar? Berikan penghargaan, misalnya dengan tepuk tangan bersama-sama, dengan kecupan mesra, dan banyak lagi yang bisa kita berikan untuk sang buah hati.

Nah, diakhir acara nonton film bersama-sama ini, kita beri sebuah ”wejangan”, seperti ”Nah, kamu kan pinter, jadi yang boleh, yang tadi kamu bilang bener ya... yang salah, itu Cuma untuk film, kan kamu orang beneran, beda sama film”.

Banyak hal-hal kecil yang bisa kita komunikasikan dengan si buah hati, Cuma butuh kesabaran dan kesadaran kita dahulu...

Bagaimana membuat anak tahu antara yang bahaya dengan yang tidak?

Sebetulnya seorang anak sama persis seperti kita, mampu menyerap berbagai hal di sekelilingnya, tinggal bagaimana kita mengerti jalan pikirannya, sehingga kita mengenal bagaimana cara berkomunikasi yang tepat dengan logika seumur anak kita.

Ajak buah hati kita bermain-main. Misalnya, daerah rumah kita adalah daerah yang banyak ular masih sering masuk ke area rumah. Maka kita ingin mengajarkan dia, bahwa ular berbahaya, karena terkadang bisanya bisa mematikan. Maka yang kita lakukan adalah, mengajaknya menonton tayangan mengenai ular, atau melihat buku dengan gambar-gambar ular. Kemudian, katakan pada anak kita sambil bermain, dengan menggunakan tangan kita, seolah-olah seekor ular, dan kita katakan ”kalau ini ular, dan dekat sama kamu, trus kalau di pegang, dia nggigit... kayak gini!” (sambil tangan kita mencontohkan menggigit anggota tubuh si anak). Hal ini bisa diulangi beberapa kali, sambil kemudian kita beri tahu anak kita solusinya, ”nah, caranya biar gak digigit ular gimana?”. Biarkan dia memikirkan caranya sendiri, kita hanya memberikan panduan, misalnya dia nggak bereaksi ”mama/papa lari ah, naik ke atas meja kalau ada ular”, atau ”kalau liat ular, lari ke arah lain yang gak ada ular (sambil berlari, biarkan buah hati kita mengikuti)”.

Atau misalnya, kita mau mengajarkan ke anak kita mengenai ketinggian. Rata-rata tokoh kartun di film, kalau jatuh, gak mati-mati.. kita bisa ajarin anak kita untuk bermain loncat-loncatan, dari yang tingginya kita masih bisa loncat ke bawah (bersama-sama), sampai pada ketinggian yang bisa kita kira-kira anak kita gak bisa loncat, baru kita bilang, ”kita belum bisa loncatin ini, nanti kalo kamu sudah agak besar, baru bisa kita loncat lagi..”, trus kita kembali ulangi dari awal, sampai dia berhenti pas ketinggian yang dia belum bisa loncati.

Mudah? Nah, sekarang saatnya mencoba kan...

Bagaimana membuat anak mengerti mana yang harus berani mana yang harus ditakuti?

Intinya, ketika kita bicara dengan seorang anak (usia 3 – 7 tahun), sampaikan segala sesuatu dengan cara yang FUN, yaitu sebisa mungkin dengan permainan. Ini adalah salah satu bentuk komunikasi, yaitu komunikasi non verbal. Ketika kita mencoba mengkomunikasikan maksud kita HANYA dengan kata-kata, maka seringkali tidak memperoleh tanggapan yang sesuai dari anak kita, bukan karena dia tidak mau atau tidak mengerti, bukan, tetapi terkadang persepsi dan logika yang ditangkap berbeda.

Seorang anak, masih dalam proses pembentukan nilai dan kepercayaan, yang semuanya itu merupakan proses bawah sadar seseorang, jadi ketika kita mau membentuk nilai dan kepercayaan, misalnya membedakan mana yang harus berani, dengan mana yang harus ditakuti, maka gunakan bahasa bawah sadar, yaitu komunikasi non verbal.

Apa itu komunikasi non verbal? Begini, misalnya kita mau ajarkan anak kita untuk tidak takut pada gelap (sementara kebanyakan tayangan di televisi justru menakut-nakuti anak-anak dengan tayangan tentang hantu-hantu, sehingga langsung menyamakan bahwa kondisi gelap pasti berhantu), kita bawa buah hati kita ke depan ruangan yang gelap. Ketika dia ketakutan, katakan ”di kamar gelap ini sama kayak kamar lainnya..”, lalu yang kita lakukan, nyalakan lampu di ruangan itu, ajak si kecil masuk, kemudian ajak keluar lagi. Lakukan berulang ulang. Setelah dia mulai berani, berikan alat untuk dia bisa menjelajah ruang gelap itu, yaitu senter. Setelah berulang-ulang kali, dan sudah ada keberanian dari dirinya, ajak ia masuk bersama-sama, tanpa senter tentu saja.

Inilah yang kita sebut komunikasi non verbal, yaitu komunikasi dengan langsung dipraktekkan dan dengan bahasa tubuh.

Siap mencoba untuk sang buah hati? Siapa takut...

No comments: