Kenapa Komitmen Menjadi Kambing Hitam

Apa sih itu komitmen?

Apabila saya lapar dan memutuskan untuk membeli salah satu makanan siap saji (setelah menelpon ke nomor tertentu) melalui layan antar, memutuskan membeli paket yang mana, dan sepakat akan harganya, maka ketika makanannya dikirim yang saya lakukan tinggal membayar harga yang telah disepakati sebelumnya. Menurut saya, ketika ada sebuah kesepakatan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih tentang suatu hal sehingga kedua belah pihak merasa diuntungkan (win-win), inilah yang disebut sebagai komitmen.

Ketika seseorang dikatakan melanggar komitmen, yang harus dipertanyakan adalah apakah ada salah satu pasal keuntungan bersama tadi (win-win) yang dilanggar dan tidak sesuai dengan kesepakatan? Atau mungkin ada pasal yang tidak diatur di komitmen awalnya. Misalnya, kalau kita memesan makanan siap saji, jarang sekali kita akan dijanjikan bahwa makanan akan datang dalam waktu x menit bukan? Nah, begitu kita sebagai yang memesan makanan siap saji tersebut sudah sangat kelaparan, tetapi pesanan yang diantarkan tidak juga kunjung datang, apa yang terjadi ketika sang pengirim datang? Mungkin bukan ucapan terima kasih yang diterima, tapi dampratan dari kita sebagai pihak ”korban”. Sedangkan dari sang pengantar, yang diketahuinya adalah bahwa dia sudah berusaha sebaik mungkin mengendarai kendaraannya, supaya sang pelanggan dapat segera mengganjal perut. Siapa yang salah? Kondisi transportasi kita? Jam yang bergerak terlalu cepat?

Jadi, kalau kita mau melihat, apa sih komitmen itu sebenarnya? Jawabannya sederhana: kesepakatan. Yang biasanya menjadi masalah adalah ketika ada tindakan yang dilakukan di luar dari kesepakatan di awal. Jadi biar tidak melanggar bagaimana? Semua dibuat kesepakatannya, termasuk komitmen jika terjadi pelanggaran komitmen. Gampang kan?

Kenapa komitmen selalu menjadi kambing hitam?

Seperti halnya dalam cerita di atas, dalam keseharian kita pun penuh dengan komitmen yang terjadi hari demi hari, baik kita sadari maupun tidak. Misalnya? Ketika kita membuat janji untuk makan siang dengan rekan kerja atau sahabat kita. Terkadang ada beban pekerjaan yang menumpuk, ada panggilan meeting mendadak dari si bos, ada kasus keluarga yang harus diselesaikan, dan sebagainya. Sehingga, kita terpaksa membatalkan janji yang sudah dibuat terlepas dari kemungkinan rekan atau kawan kita yang sudah memberikan waktu khususnya. Mau apa lagi?

Banyak orang mengkambinghitamkan penyebab kita melanggar komitmen itu, tetapi beberapa orang bahkan mengkambinghitamkan komitmen itu sendiri. ”Kalau tidak ada komitmen kan tidak akan ada yang melanggar,” begitu katanya. Sama saja kalau kita bilang, ”Kalau nggak mau lupa sama pelajaran, nggak usah belajar apa-apa.” Lucu sih. Sebetulnya kambing hitam pada komitmen dan penyebab kita (misalnya) melanggar komitmen itu kan bisa dihindari. Bagaimana caranya? Dengan menjadi dewasa.

Maksudnya? Hanya orang yang sudah dewasa (secara mental) menyadari bahwa tidak ada yang tetap di dunia ini. Semua pasti berubah. Bila sepasang kekasih atau suami istri berharap pasangannya tidak berubah, berarti yang harus siap diterimanya adalah kekecewaan yang mendalam ketika ternyata pasangannya mengalami perubahan (baik fisik maupun mental). Lho kok begitu? Iya, begitu. Paling gampang, misalnya kita beli daging di pasar, kita bisa menentukan perubahannya, mau jadi sekeras es (masukkan saja di kulkas), mau dibiarkan hancur dan membusuk, atau mau dijadikan selezat masakan yang dihidangkan di meja makan. Itu semua tergantung komitmen kita ketika membeli daging itu. Apakah kita akan menyalahkan penjual daging, ketika daging yang kita beli ternyata membusuk (karena kita biarkan begitu saja)? Tidak bukan? Tetapi itulah cara untuk tidak mengkambinghitamkan sebuah komitmen, yaitu dengan menyadari bahwa semua bisa berubah (dari awal), dan siap dengan perubahan yang mungkin terjadi. Sekali lagi, siapkan diri untuk berpegang pada tidak terpenuhinya janji. Jadi kita tidak akan menyalahkan siapapun. Sekali lagi, hidup ini pilihan.

Bisa gak kita konsisten dengan komitmen dan bagaimana membuat komitmen bukan merupakan penjara yang membatasi?

Semua orang bisa konsisten dengan komitmen. Cuma masalah bagaimana kita memandang komitmen itu. Ini juga yang akan membuat komitmen bukanlah sebuah penjara yang membatasi, tetapi cakrawala kemungkinan, yang membuat kita kreatif untuk menjalani komitmen itu. Waduh, maksudnya gimana? Coba bayangkan, kita siap dengan semua kemungkinan yang terjadi dan berpegang pada tindakan yang akan dijalani bersama dari awal, dengan pemikiran yang juga sudah disetarakan – bukan disamakan, setiap orang punya dan berhak atas pemikiran yang berbeda. Maka apapun yang terjadi di jalan nanti, kita siap menerima segala konsekwensinya karena sudah dijabarkan paling tidak sebagian besar di awal.

Juga kita akan tahu bahwa kita bisa bergerak bebas dalam komitmen itu kalau semua didasari oleh logika dan hati, bukan hanya sesuai aturan yang berlaku. Bukan sesuatu yang muluk-muluk tapi sesuatu yang bisa saja terjadi di tengah jalan, yang semuanya itu disadari dan dibicarakan dari awal.

Kenapa? Kalau terjadi sesuatu di tengah jalan, bukan lagi pelanggaran komitmen, tetapi yang terjadi adalah komitmen untuk menjalani resiko yang sudah dibicarakan di awal.

Tapi bukannya ketika membuat komitmen sebaiknya berpikir yang terbaik? SETUJU. Pernah dengar kata-kata ”expect for the best, prepare for the worst”? kita memang mengharapkan yang terbaik, membuat tujuan yang terbaik. Tetapi bukankah kita ketika menuju tujuan atau cita-cita kita juga sebaiknya menyediakan payung? Mungkin di tengah jalan hujan. Jadi kalau payung sudah siap, tidak akan menyalahkan hujan yang terjadi di tengah jalan kan? Selamat menjalani hidup berkomitmen...

Ayo bobok, kalau nggak bobok nanti digigit orang gila


Kebiasaan menakuti anak dengan orang gila, tikus, pocong, dll

Aduh, menakutkan sekali. Ketika saya berumur sekitar 9 tahun, saya pernah mengalami satu kejadian tidak mengenakkan dengan orang yang mengalami gangguan kejiwaan! Itu juga pasti yang dialami oleh sebagian besar anak kecil lainnya. Memang terlihat efektif, ketika kita ingin anak kita atau seorang anak kecil melakukan sesuatu yang kita perintahkan. Berikan saja kata-kata seperti judul di atas, dan ketakutan yang ditimbulkannya akan membuat (semoga) anak tersebut menuruti perintah kita. Toh dengan semakin dewasa, ia akan mengerti bahwa orang gila bukanlah sebuah makhluk yang suka memakan orang lain, atau tikus sebenarnya takut pada manusia, atau kemungkinan seseorang yang pernah (mungkin) melihat pocong (menurut statistik sederhana) adalah 50.000 : 1. Yah, toh anak itu akan mengetahui fakta itu semua kan?

SALAH!! Ketika kita sebagai orang tua yang (notabene) mengetahui fakta tersebut, menggunakan beberapa hal yang menakutkan untuk memberikan tekanan pada seorang anak untuk menurut, itu merupakan hal yang (menurut saya) cukup mengerikan. Bukan ancamannya yang mengerikan, tetapi akibat yang ditimbulkannya di kemudian hari. Tahukah bahwa seorang anak itu tak ubahnya seperti spons, yang akan menyerap apapun yang dilihatnya, didengarnya, dan dirasakannya? Seorang akan akan memasukkan informasi yang diterima dari sekelilingnya (terutama dari orang tuanya) ke dalam pikirannya, pikiran bawah sadarnya. Sekali kata-kata itu masuk, sekali informasi ini masuk, semua itu akan menjadi bagian dari sistem nilai anak tersebut (value), yang besar kemungkinannya menjadi bagian dari kepercayaannya (belief system). Karena telah menjadi nilai, dan akan dijalankan secara refleks, maka apapun hal yang berhubungan mampu mengaktifkan rasa takut di dalam dirinya.

Coba bayangkan dan rasakan, kalau kita berada di posisi anak tersebut. Si anak tidak memiliki data di dalam pikirannya bahwa apa yang menjadi momok atau ketakutannya bukanlah sesuatu yang nyata. Bahkan, pikirannya semakin menjadikan ketakutan tersebut menjadi nyata, dari hari ke hari. Sebagai informasi, tahukah Anda bahwa pikiran tidak membedakan antara kenyataan dengan imajinasi? Pernahkan Anda membayangkan makanan kesukaan Anda di hadapan Anda, dan tiba-tiba tanpa disadari, air liur Anda mulai bertambah, perut Anda bereaksi, dan timbul kebutuhan di pikiran Anda?

Ketakutan ini, yang bila terus diperkuat dari hari ke hari dengan terus disebutkan pada sang anak, akan menjadi nilai yang semakin kuat. Inilah yang mengakibatkan munculnya berbagai macam phobia pada sang anak, atau bahkan phobia yang masih terbawa sampai sang anak beranjak dewasa. Walaupun sebagai orang dewasa, mungkin ia tahu bahwa ketakutannya terasa konyol, tetapi coba kita lihat bersama, seorang perokok pasti tahu bukan bahwa rokoknya membahayakan kesehatan diri dan orang lain, tetapi apa yang dikatakan oleh sebagian besar perokok ketika mereka ingin berhenti merokok? Mudahkah bagi mereka?

Masih mau menakut-nakuti anak kita?

Kenapa Ya Aku Bermimpi?


Aku selalu bermimpi kalau tidur, dan kalau aku sakit (panas, demam, dll), mimpiku semakin seram.

Kenapa sih aku bermimpi?

Banyak teori mengenai mimpi yang telah dikemukakan para ahli maupun psikolog terkenal mengenai pikiran, tetapi sampai saat ini masih banyak misteri yang berkembang di sekitar mimpi yang dialami oleh manusia. Buat sebagian besar ilmuwan, saat ini mimpi dipercaya sebagai hasil dari reaksi pikiran di dalam otak manusia selama ia tidur, yang bisa merupakan tanda dari pikiran bawah sadar (atas sebuah masalah, baik mental maupun fisik).

Maksudnya? Begini, tubuh manusia tercipta dengan luar biasa sekali, ada fungsi planning, fungsi operasional, fungsi pengendali/pengontrol, fungsi alarm/peringatan, fungsi sensor, dll. Ketika ada satu atau beberapa masalah dengan tubuh kita, baik yang disebabkan karena masalah fisik maupun mental, maka fungsi alam/peringatan tubuh akan bereaksi. Misalnya? Paling gampang adalah ketika kita stress, lambung akan mengeluarkan asam lambung berlebihan. Akibatnya? Muncul rasa perih di perut kita. Nah, rasa perih itu adalah peringatan dari tubuh kita, bahwa ada yang tidak seimbang sedang terjadi, yaitu masalah mental yang menghasilkan tanda fisik.

Coba kita lihat persamaannya. Misalnya kita punya mobil mesinnya panas, dari mana kita tahu kalau mesinnya panas? Tentu dari pentunjuk temperatur yang ada di dashboard mobil kan? Atau ketika bahan bakarnya sudah mau habis, bisa dilihat di petunjuknya juga kan? Itu kalau mobil, punya petunjuk dengan ukuran-ukuran tertentu. Sama seperti manusia, kalau badannya hangat, berarti kemungkinan ada proses infeksi sedang terjadi, atau ketika lapar, berarti waktunya makan (tapi kan sifatnya bukan indikator digital atau pakai jarum penunjuk). Nah, ketika kita tidur, semua nilai, kepercayaan, target, masalah, dan berbagai hal lain yang ada di pikiran bawah sadar kita seolah-olah memperoleh kesempatan untuk mengutarakan kritik dan sarannya. Tapi kalau kita misalnya mengkritik orang dengan e-mail, sms, atau telepon, salah satu sarana pikiran bawah sadar kita mengirimkan kritik dan saran adalah lewat mimpi.

Sebenarnya juga bukan hanya kritik dan saran, tetapi berbagai hal yang ada di pikiran bawah sadar, seperti kebiasaan (habits), sistem kepercayaan (belief system), dan citra diri (self image) yang tersimpan di sana, yang bercampur dengan tujuan (goal) yang kita inginkan, ambisi, dan lain sebagainya. Semuanya berusaha memberi kita informasi, tentu saja dengan bentuk gambar, cerita, dan lambang-lambang, yang terkadang memang sulit untuk kita mengerti. Bisa juga pikiran kita sedang me-rerun (memutar ulang) berbagai rekaman peristiwa-peristiwa dalam hidup kita, katakanlah sedang me-refresh semua memori kita tersebut (dalam rangka memelihara sistem di dalam otak kita). Gunanya? Banyak yang berasumsi dan berteori bahwa ini sebagai salah satu cara pikiran dan otak ”menyegarkan” dirinya kembali, cara untuk mempertahankan berbagai memori yang pernah terjadi, cara untuk tetap membuat kita bisa mengingat dengan baik, dan masih banyak lagi.

Apakah mimpi seram itu? Bisakah dihilangkan?

Mimpi, seperti telah dijelaskan di atas, bisa merupakan tanda dari tubuh, bahwa ada sesuatu yang tidak beres sedang terjadi, misalnya sakit. Jadi kalau misalnya, ketika kita sakit dan bermimpi seram, berarti saat itu tubuh berusaha memberitahu kita bahwa sesuatu sedang terjadi di dalam tubuh kita. Tetapi karena kita tidak punya indikator-indikator digital atau jarum penunjuk, maka begitulah caranya pikiran kita mengirimkan sinyal-sinyal informasi peringatannya.

Bisakah dihilangkan? Mungkin kita bisa mencoba untuk melakukan beberapa hal sebelum kita tidur (ketika kita sakit), seperti:
  • Mencoba berbaring, dan melemaskan tubuh serileks mungkin
  • Memejamkan mata, dan memperhatikan nafas kita sendiri
  • Membayangkan, merasakan, bagian tubuh kita yang sedang terserang sakit
  • Bayangkan dan rasakan, bahwa bagian tubuh kita tersebut perlahan-lahan menjadi terlihat dan terasa lebih segar, yakinkan diri kita sendiri (walaupun misalnya masih terasa belum nyaman saat itu), bahwa bagian tubuh itu perlahan-lahan membaik
  • Terus bayangkan dan rasakan, sampai benar-benar jelas, percayalah dengan diri kita sendiri
  • Katakan pada diri sendiri berulang-ulang dalam keadaan tenang & rileks, ”Tubuh, saya menyayangimu, engkau mampu menyembuhkan dirimu dari dalam.”
Ini salah satu tips yang layak untuk dicoba untuk menghilangkan mimpi buruk yang mungkin muncul sebagai hasil dari reaksi atas masalah yang sedang dialami oleh tubuh kita.

Selamat mencoba, selamat bermimpi indah...

Bos Hanya Melihat Hasil Akhir

Bos saya hanya melihat hasil, bukan proses dan kerja keras saya.

Kenapa sih bos maunya beres saja?
Kenapa maunya tinggal beres aja? Namanya juga bos, kalau ngerjain sendiri, namanya bukan bos dong. Manusia diciptakan kan sangat kompleks, dan merupakan hasil dari gabungan antara sifat dasar dan lingkungan sekitarnya, jadi kalau kita berpikir bahwa cara yang kita gunakan layak diperhitungkan, bukan berarti semua orang pasti seperti kita kan?

Terkadang, tekanan dan target yang ada menyebabkan seseorang bisa (seolah-olah) tidak peduli pada cara dan metode yang digunakan untuk mencapai target yang diberikan padanya. Katakanlah, bos kita, misalnya dia adalah pemilik (owner) dari perusahaan tempat kita bekerja. Sekilas terlihat, bahwa enak untuk berada dalam posisi owner, yang akan memperoleh keuntungan terbesar. Tapi, pernahkah kita melihat dan menghitung, bahwa untuk keuntungan yang besar, resiko yang harus ditanggungnyapun juga besar?

So, terkadang karena tekanan dan resiko yang besar, seorang bos terlihat terlalu menekankan pada hasil, dan (seolah) tidak perduli pada cara bawahannya mencapai target/ hasil, yang ada di dalam pikirannya, adalah bagaimana perusahaan itu tetap dapat bergerak dan mampu menghidupi semuanya (baik karyawan maupun proyek yang sedang berlangsung).

Misalnya bos kita bukan seorang pemilik? Berarti dia juga punya bos lagi kan? Yang mungkin bos nya bos itu juga menekan dia untuk hasil yang harus dicapainya? Dan yang menyedihkan adalah jadi karyawan yang harus mencapai target itu? Nggak juga lah, kan kalau kita tidak berhasil mencapai hasil yang diinginkan, bos kita masih harus bertanggung jawab ke atas (itu untuk bos yang baik ya). Mungkin kita juga kalau dalam posisinya, juga akan berbuat hal yang sama. Siapa tahu?

Intinya, misalnyapun bos kita bukan bos yang baik (Cuma mau tau beres, mengambil semua kredit dan pujian untuk dirinya sendiri, langsung menyalahkan anak buah begitu ada kesalahan tanpa mau bertanggung jawab ke atasannya, dll), dan yang bisa dilakukan Cuma ngedumel di belakang, coba untuk hentikan kebiasaan tersebut. Ngedumel bukan solusi, hanya merusak dan mengotori pikiran kita, so apa yang harus kita lakukan? Percaya bahwa kita adalah manusia dengan segudang potensi, serta memiliki banyak kesempatan bagi siapapun yang berusaha.

Kalau satu pintu tertutup, masih ada pintu lain yang terbuka kan?

Perlukah saya tunjukkan cara kerja saya?

Kalau tipe bos kita adalah orang yang hanya mau melihat hasil akhir, mungkin terlihat sedikit aneh kalau kita memaksakan diri kita untuk menunjukkan cara kita bekerja, lha wong dianya aja mau Cuma terima beres kan? Tetapi kita bisa kan mengubah cara berkomunikasi kita dengan bos kita itu..

Misalnya? Kita bisa secara berkala, melakukan report ke bos kita itu, untuk hasil hasil kecil yang sudah berhasil diraih, dalam perjalanan menuju hasil yang diharapkan. Ini sama saja dengan kita melaporkan cara yang kita gunakan, tetapi bos melihat dari sisi pandang hasil. Bisa kan?

Atau, bisa saja kita mempresentasikan plan kita untuk mencapai hasil yang diinginkan bos kita di awal, setelah kita menerima perintah untuk mengerjakan proyek atau pekerjaan tersebut. Lalu hasil dan cara serta improvisasi selama proyek tersebut dijalankan, kembali di presentasikan di akhir kita memberikan report dan hasil dari pekerjaan kita. Semua ini tidak membutuhkan waktu yang panjang, dan bisa disesuaikan dengan waktu dan kondisi bos kita.

Intinya? Komunikasikan dengan cara yang tepat...

Bolehkah main curang aja, toh bos tahunya hasil akhir?

Tidak ada yang melarang kita untuk bermain curang, toh gak ada yang tau kan? Pertanyaannya, kira-kira kita sendiri tau nggak? Jawabannya, PASTI TAU. Ini yang jadi permasalahan utama. Apapun yang kita lakukan, adalah tanggung jawab pribadi, ini yang paling sulit. Kalaupun kita curang, dan hasil terpenuhi, tapi kita tidak belajar bagaimana untuk menyelesaikan sesuatu dengan cara yang tepat, wong namanya juga curang, pasti ambil jalan pintas.

Tapi yang penting kan hasilnya sukses? Benar, hasilnya sukses, tapi kalau lain kali, kita mendapat tugas yang sama, tapi tempat, situasi, dan kondisinya beda, masih bisa selesaikan dengan waktu dan hasil yang sama? Nggak kan.. So, mungkin tidak akan ada yang pernah tahu dengan cara apa kita meraih sesuatu, tapi kita sendiri tahu. Biasakan diri kita untuk selalu terlatih untuk belajar, dari apapun di sekitar kita. Biasakan kita tidak mengeluh ketika mengerjakan sesuatu, karena ketika kita tidak mengeluh, entah bagaimana, bisa kita rasakan bersama, bahwa tiba-tiba banyak komentar dan kreativitas yang muncul di dalam hati dan pikiran kita.

Apakah ini? Itu yang kita sebut sebagai hikmah. Segala sesuatu ada hikmahnya, walaupun curang sekalipun. Nah sekarang, kembali pada diri kita sendiri, mau dapat hikmahnya banyak atau sedikit, hikmah untuk selamanya atau sementara, hikmah untuk kebahagiaan kita sendiri atau rasa bersalah, semuanya kembali berpulang pada diri kita masing-masing.

Selamat mencoba dan meraih hasil yang Anda inginkan, sekali lagi, ambil hikmah/pelajaran dari apapun yang sedang Anda lakukan.

Arwah Gentayangan

Mengapa hal ini bisa terjadi?

Apakah anda termasuk orang yang bisa naik sepeda? Jika ya, maka pertanyaan berikutnya adalah, masih ingat ketika belajar naik sepeda? Bisa ya bisa tidak. Kebanyakan dari kita, ketika belajar, katakanlah naik sepeda, kita melakukan proses yang berulang-ulang dan terus menerus. Ketika belajar naik sepeda, banyak dari kita merasakan jatuh, bangun kembali, jatuh lagi, bangun dan mencoba kembali. Lama kelamaan, kita mampu dan bahkan beberapa dari kita seakan-akan menjadi sangat ”ahli” dalam bersepeda. Ketika sesuatu yang sama kita lakukan berulang, dan berulang, dan berulang terus, maka itu akan menjadi bagian dari kesadaran terdalam di pikiran kita. Beberapa ahli menyebutnya ”bawah sadar”. Kekuatan dari bawah sadar ini luar biasa sekali. Buktinya? Ketika sudah lama sekali kita tidak naik sepeda misalnya, begitu kita berada di atas sepeda kembali, maka tidak butuh waktu lama bagi kita untuk kembali akrab dengan keterampilan bersepeda tersebut bukan?

Nah, sama halnya dengan orang yang sudah (sangat) lama bekerja, apalagi mengerjakan sesuatu yang rutin dalam kesehariannya. Contohlah, seseorang yang sudah bertahun-tahun bekerja di sebuah kantor yang sama, dengan pola kerja yang sama, dengan rekan kerja yang juga sama. Semua kegiatan, pola, rasa, dan pikiran sudah begitu lekatnya masuk ke dalam ”bawah sadar” kita, sehingga tanpa butuh waktu lama kita bisa mengingatatau membayangkan situasi di kantor kita tersebut. Hal inilah yang mempengaruhi pola kita setiap hari, seolah olah, pikiran kita punya jam (kalender), yang alarmnya mengikuti pola yang sudah terbentuk (selama bertahun tahun tersebut). Katakanlah misalnya, jam 9 waktunya masuk, jam 12 waktunya makan siang, jam 5 waktunya pulang, tanggal 25 waktunya gajian, dll.

Muncul (biasanya) sebuah masalah, ketika kita, baik secara sengaja maupun tidak sengaja mengubah pola tersebut (pindah kerja, keluar, berwiraswasta, di PHK, dll), maka pola yang lama masih sangat kuat melekat. Tidak heran, apabila kita masih ”memegang” erat kebiasaan yang lama, sehingga seolah-oleh tertelan dalam ”Nostalgia” masa kejayaan. Ketika pola dalam pikiran kita itu begitu kuat, sehingga menghambat kita untuk bergerak maju, inilah yang kita sebut sebagai ”Post Power Syndrome”. ”Arwah Gentayangan” yang diceritakan itu sendiri merupakan bentuk ringan dari ”Post Power Syndrome”. Solusinya? Lakukan perubahan tujuan hidup, diam sejenak, berikan waktu bagi hati dan pikiran kita untuk me-rekondisi (bukan hanya negara yang bisa melakukan rekondisi kan..), cari tujuan baru, coba cara baru.

Bagaimana, siap untuk memulai sebuah hidup yang penuh dengan peluang dan kemungkinan? Selamat mencoba.

Anakku Obesitas

Anakku laki-laki, umur 11 tahun mengalami obesitas. Dengan berat 60kg dan tinggi 130cm.

Kenapa anak bisa obesitas?
Waduh, sebuah pertanyaan yang mungkin bisa lebih baik dijawab oleh seorang dokter atau seorang ahli gizi... mungkin saya sekedar membantu dengan sedikit informasi yang memang kita miliki. Menurut penelitian oleh para ahli, pola hidup anak sekarang (pola makan dan pola bergerak) memberikan sumbangan yang cukup besar pada kecenderungan seorang anak mengalami obesitas. Junk food dan video games yang berlebihan merupakan kombinasi yang menarik (sebuah kata lain untuk, sempurna) dalam memupuk kecenderungan obesitas tersebut. Jumlah kalori yang besar yang terkadung di dalam seporsi makanan siap saji mampu menambah sejumlah penimbunan kadar lemak didalam tubuh, apalagi bila seorang anak hampir setiap hari mengkonsumsi makanan seperti ini. Juga dengan pola bergerak yang semakin kecil, dimana banyak terjadi, seorang anak lebih suka bermain dengan video games nya di rumah ketimbang harus berolah-raga dan bersosialisasi di luar. Banyak anak sekarang yang lebih memilih bermain bola di video games ketimbang harus bermain bola sungguhan di lapangan. Ini sekedar contoh, bahwa pola makan yang sudah mendukung munculnya obesitas, ditambah dengan terjadinya kemalasan gerak pada anak kita?

Tidak bisa disangkal pula, menurut para ahli, ada peranan gen (DNA, informasi genetis) didalam kecenderungan seseorang mengalami obesitas atau tidak, tetapi pola makan dan pola gerak tetap memegang peranan kunci dalam perkembangan obesitas pada diri seseorang. Berdasarkan berbagai informasi singkat ini, lebih mudah bagi kita, untuk membantu anak kita mengubah pola makan dan pola geraknya dibandingkan harus berpikir untuk mengubah struktur gen nya kan?

Apa ada terapi non obat?

Terapi non obat? Banyak jalan untuk menuju sebuah goal, banyak cara untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Ada beberapa kemungkinan terapi non obat, saat ini bisa dengan menggunakan pola pengobatan tradisional alami (herbal), bila yang dimaksud dengan obat adalah bahan-bahan kimia sintetis, atau misalnya dengan akupunktur, jika sama sekali tidak mau menyentuh bahan-bahan yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui mulut, juga bisa dengan mengubah pola pikir dan tingkah laku (behaviour) untuk mengubah pola makan dan pola bergerak dari anak. Mungkin dengan pendekatan hypnotherapy juga bisa membawa perubahan pada beberapa pola tersebut. Pada intinya, kita mulai mengubah pola pikir anak tentang makanan dan olah raga. Seorang anak bukan tidak mampu untuk mengubah pola makan dan geraknya, tetapi seringkali mereka belum menyadari pentingnya mengatur pola makan dan pola gerak (terlebih untuk anak yang sudah mengalami obesitas).

Nah, cara menerangkan kebanyakan orang tua pada anak yang menggunakan pendekatan pola pikir orang yang sudah dewasa, itu yang membuat tulalit (tidak nyambung). Jadi, kita diharapkan untuk mengubah cara kita mendekati dan menerangkan mengapa:
  • Pola makan harus berubah menjadi makanan sehat, dengan jumlah yang terbatas
  • Pola gerak yang harus dimulai, dengan berbagai aktivitas outdoor dan mengurangi kegiatan yang tidak banyak memerlukan gerak (video game, dll)
Yang keduanya disampaikan dengan cara yang sesuai dengan pemahaman (database) pikiran anak, dan dengan cara yang fun, serta tujuan yang jelas (serta mampu mengispirasi anak untuk mau mengerjakannya tanpa disuruh apalagi diancam).

Pengetahuan inilah yang dibutuhkan oleh kita sebagai orang tua, karena perubahan kebiasaan bukanlah merupakan hal yang mudah, bahkan untuk kebanyakan orang yang telah dewasa, apalagi harus diterapkan pada seorang anak. Pengetahuan dan pengertian untuk menjelaskan dan mengajak anak melakukan perubahan kebiasaan inilah yang akan menentukan masa depan anak-anak kita kelak.

Tunggu apa lagi, mulailah dari sekarang, mari kita ciptakan generasi yang cerdas dan sehat...

Aku Tidak Mau Miskin


Aku tidak mau miskin, tapi orang tuaku hidup dari belas kasihan orang lain, dan keluarga besarku menjadikan aku seperti seorang pembantu, mungkin juga karena mereka yang membiayai uang sekolahkuk. Aku merasa ditekan sana sini.

Apakah keluargaku memang ditakdirkan miskin?

Takdir. Apa sih takdir? Sebuah ketentuan atau kepastian? Bahwa sekeras apapun usaha yang kita lakukan, kalau sudah ditakdirkan begini, ya nggak akan berubah? Kalau bukan, kenapa banyak banget orang di luar sana yang kerja keras, pantang menyerah, tetapi setelah tahunan, bahkan terkadang, puluhan tahun, hidupnya nggak berubah?

Lalu kenapa, karena takdir? Manusia termasuk makhluk yang kompleks. Ya, kompleks, karena banyak sekali fakta bahwa banyak orang yang sukses dan berhasil karena usaha mereka yang tidak kenal menyerah. Tetapi di lain sisi pula, banyak juga orang yang sepertinya, usahanya nggak keras-keras amat, tapi juga berhasil, yang tentu saja seperti bumi dan langit, kalau dibandingkan dengan orang-orang yang mungkin sudah puluhan tahun bekerja keras, tapi hidup mereka nggak berubah-ubah juga.. Takdir?

Jawaban yang mudah, namun ternyata, kita bisa melihat lebih dari itu. Ketika seseorang punya pola pikir sukses (bisa juga disebut pola pikir kaya), maka terjadi perubahan pada citra diri orang tersebut (yang menentukan gaya bahasa, bahasa tubuh, dll), sistem kepercayaan dalam hati orang tersebut (yang menentukan kepercayaan diri, keberanian, konsistensi, dll), dan juga kebiasaan yang dilakukannya (disiplin, keuletan, dll). Jadi, ketika seseorang memiliki pola pikir sukses, maka ciri-ciri orang tersebut adalah orang yang tidak mau menyerah begitu saja pada kehidupan, kreatif dan selalu mencari cara lain untuk mencapai tujuannya (apalagi bila cara yang ditempuhnya sekarang tidak jalan seperti yang dimauinya), punya tujuan yang dikejar, dan mampu menahan sakit yang menghalangi untuk mencapai tujuannya tanpa mengeluh (karena yakin bahwa suatu saat dia pasti bisa mencapai apapun yang diinginkannya).

Coba lihat ciri-ciri ini. Ternyata, yang membedakan antara orang yang sukses (winner) dan yang menyerah (looser, saya tidak mau menggunakan kata gagal, kenapa? Karena gagal itu wajar dan biasa, orang yang tidak berani gagal, tidak akan pernah berhasil), bukan sekedar usahanya, tapi apa yang mendasari usahanya tersebut, yang ada di dalam pikirannya.

Jadi bagaimana caranya merubah nasib atau takdir ini? Mulai ubah cara berpikir kita, misalnya, daripada bilang “nggak mungkin saya mencapai posisi itu”, coba ubah kata-kata di pikiran kita dengan “gimana caranya saya mencapai posisi itu?”. Daripada bilang “Gak bisa”, lebih baik berkata “Belum bisa”. Sesederhana itu? Iya, kenapa mesti dibuat rumit? Otak kita merupakan alat yang luar biasa, di dalamnya bekerja pikiran kita. Beri perintah yang tepat, maka otak kita akan mengerjakan apa yang kita perintahkan dengan tepat. Masalahnya, banyak orang yang belum memberikan perintah dengan tepat. Harap diingat, bahwa pikiran kita terbagi menjadi pikiran sadar dan bawah sadar. Yang menjalankan perintah kita (utk sukses, kaya, bahagia, dll) itu adalah pikiran bawah sadar, yang tentu punya cara dan waktu sendiri untuk memenuhi keinginan dan harapan kita itu. Yang dibutuhkan adalah kesabaran dan kesadaran, untuk setiap usaha dan apapun yang terjadi pada diri kita.

Coba dulu, kita akan menemukan hal-hal besar dari hal-hal kecil yang kita biasakan setiap harinya...

Bagaimana aku bisa lepas dari tekanan dan tuntutan balas budi?

Pertanyaan menarik, jawabannya sederhana... hidup ini pilihan, so, pilih aja untuk lepas dari tekanan dan tuntutan balas budi itu, gampang kan? Lho, nanti dibilang ”gak tau diuntung”, atau ”gak tau balas budi”. Ya, kalau begitu, jangan dilupakan, tapi ditunda sebentar..

Maksudnya gimana? Gini, ketika seseorang berbuat ”baik” (apakah baik secara tulus maupun secara pamrih), maka rata-rata orang akan merasa sebuah perasaan berhutang, yang kita sebut sebagai hutang budi. Nah, perasaan ini merupakan perasaan yang sangat wajar, yang menjadikannya tidak wajar apabila terjadi secara berlebihan, yaitu menjadikan kita membenarkan ”apa saja” yang dilakukan oleh orang yang memberikan kita ”kebaikan” tersebut. Yang bisa kita lakukan gimana?

  1. Lihat secara seimbang, kalau seseorang kita membantu kita dengan sebuah pertolongan, katakan pada diri kita untuk bersiap suatu saat menolong dia saat dia kesulitan, dan saat itu hutang budi kita terbalas.
  2. Hutang budi TIDAK harus dibayar sekejab dan kontan... pikirkan aja seperti konsep bank... kan ada kredit.. apalagi kalau yang memberi itu memberikannya secara tulus, maka kita bisa membayarnya di waktu dan kesempatan lain ketika kita juga sudah mampu membayarnya (lebih mudah lagi kalau terhitung, seperti bantuan uang dan semacamnya)
  3. Rata-rata bantuan diberikan dengan tulus, jadi akan lebih menghormati pemberi bantuan tersebut, kalau kita membalasnya suatu saat juga pada saat dia membutuhkannya, dan bisa dalam bentuk apapun (tenaga, materi, teman dikala duka, dll), selama kita membalasnya juga dengan tulus (tanpa keterpaksaan bahwa kita HARUS balas budi).

Jadi? Ya, mulai untuk berpikir bahwa kita adalah manusia bebas, manusia yang penuh dengan potensi... hari ini mungkin kita yang diberi bantuan (tangan dibawah), tapi yakinlah (bukan mungkin, yakin..), bahwa suatu saat kita yang akan memberikan bantuan (tangan diatas, baik untuk balas budi, maupun pada orang lain).

Selamat memberi...