Ketika Cara Saling Berbeda

Artikel By Kirdi Putra "Ketika Cara Saling Berbeda"


”Kok ayah dan bunda beda sih?” kata si kecil pada suatu hari, ”kata ayah boleh main dulu baru minum susunya, kata bunda, harus disiplin, minum dulu sampai habis, baru boleh main keluar, gimana dong?”


Pernah mengalami hal seperti diatas? Dimana anak merasa bingung dengan aturan yang berbeda yang diberikan oleh kedua orang tua?


Kita sebagai manusia dewasa pasti pernah mengalami masa kanak-kanak, dimana banyak sekali faktor yang membentuk kita selama ini. Mulai dari pola asuh, lingkungan, sampai berbagai macam hikmah kehidupan yang kita peroleh. Berbagai jenis emosi yang pernah kita rasakan (bahagia, sedih, marah, semangat) membentuk kita dalam memandang dunia, termasuk pandangan kita terhadap orang-orang yang kita cintai.


Ketika kita mulai melangkah memasuki sebuah pintu kehidupan baru, yaitu menjadi orang tua, berbagai pandangan, pola pikir, dan pola perasaan yang kita miliki itu perlahan lahan mulai kita terapkan pula pada anak-anak kita. Nah, disini mulai menarik.

Kenapa?


Karena sebuah institusi yang disebut rumah tangga merupakan sebuah institusi yang dibentuk dari 2 orang yang berbeda, yang saling berjanji, bukan untuk mengubah satu sama lain, tetapi untuk mengerti satu dengan yang lainnya. Jadi, ketika mulai muncul kehadiran anak-anak yang kita cintai, dan telah dititipkan pada kita, kita mulai masuk ke chapter baru dalam kehidupan, yaitu chapter orang tua, dan chapter mendidik anak.


Menarik?


Sangat menarik, tentu saja. Ketika kita mendedikasikan pikiran dan hati kita untuk mendidik dan mengarahkan anak kita, dan hal ini merupakan tanggung jawab bersama sebagai orang tua (suami & istri), ada 2 bentuk pandangan, pola pikir dan perasaan yang berbeda, dalam mendidik 1 orang anak.


Perbedaan dalam pandangan, pola pikir, dan perasaan ini bisa menjadi sebuah jurang pemisah dalam mendidik dan mengarahkan anak, karena seperti contoh perbincangan di atas, yang mampu membuat ”Hang” pikiran anak kita, itu juga mampu menghasilkan berbagai macam konflik. Berbagai macam konflik yang muncul antara suami dan istri, maupun konflik yang muncul antara orang-tua dan anak.


Konflik bukanlah sesuatu yang sifatnya negatif, bukan.. tetapi hasil dari konflik itulah yang kemudian menentukan. Konflik hanyalah sebuah alat, yang kita bisa gunakan, baik untuk mencapai hasil yang positif atau justru menghasilkan sebuah kehancuran, hal yang negatif.


Konflik yang dimanfaatkan dan dilakukan dengan cara yang benar, mampu menghasilkan saling pengertian dan pelajaran untuk di masa mendatang. Sedangkan konflik yang bertumpu pada kepentingan ego tiap orang (harus menang, harus setuju, dll), justru mampu menghasilkan perpecahan atau kehancuran.


Tapi, hey, kita tidak fokus pada konflik di sini kan?


Tidak, kita fokus pada cara dalam mendidik dan mengarahkan anak, konflik hanya salah satu ”alat” yang muncul di pertengahan jalan, yang muncul karena adanya perbedaan-perbedaan, yang tentu saja merupakan hal yang wajar untuk terjadi.


”kenapa ya, mama bilang boleh, tapi papa bilang nggak, yang bener siapa sih?”


Pertanyaan ini bukanlah sebuah pertanyaan yang aneh bagi anak kita, seperti halnya pertanyaan di awal artikel ini bukan? Nah, ketika terjadi perbedaan dalam mendidik seorang anak, sebenarnya ini sudah kita ketahui bersama merupakan hal yang sangat wajar. Tugas kita adalah, bagaimana untuk secara konsisten, menghasilkan sebuah ”aturan bersama” (unity code of conduct) dalam mendidik buah hati kita tersayang.


Bagaimana caranya?


Caranya? Bukankah kita tadi sudah tahu bahwa ada sebuah ”tool” yang namanya Konflik? Apapun hal yang disikapi berbeda oleh 2 orang atau lebih, mampu menimbulkan konflik, baik konflik mulut, konflik pendapat, konflik ideologi, dan masih banyak lagi. Intinya adalah perbedaan yang mencuat ke permukaan. Pertengkaran bukanlah konflik itu sendiri, itu adalah hasil dari konflik, konflik pola pikir misalnya. Diskusi merupakan hasil dari konflik, ketika ada 2 orang yang punya pemikiran berbeda, masing-masing berusaha mengemukakan pendapatnya, muncul konflik, yang kemudian disikapi dengan diskusi. Sehingga hasil diskusi yang diharapkan adalah pengertian dari kedua belah pihak. Jadi, ada cara yang bisa kita gunakan untuk mendidik anak kita, antara lain:


  1. Buat aturan main bersama (unity code of conduct), untuk berbagai hal yang akan kita terapkan pada sang buah hati, untuk mendidik dan mengarahkannya. Hal ini bisa kita berlakukan bersama, ketika sepasang suami istri saling berkomunikasi intens (ngobrol di meja makan, ngobrol santai di ruang tengah, ngobrol di kamar, dll), kita bisa menyamakan goal (tujuan) dan cara dalam mendidik anak kita. Banyak aturan yang bisa didiskusikan bersama (secara garis besarnya, karena masing-masing juga punya cara dan teknik berkomunikasi yang berbeda kan?)
  2. Untuk hal-hal yang secara tiba-tiba bisa muncul, yang belum diatur dalam aturan bersama, maka kita boleh membuat ”aturan sementara”, yang kita juga sampaikan pada anak kita. Yang perlu diingat disini, kita wajib menginformasikan pasangan kita mengenai ”aturan sementara” ini, dimana bisa didiskusikan kemudian, apabila aturan sementara tersebut ternyata punya konsekwensi yang berbeda dengan harapan bersama, maka bisa dilakukan perubahan pada ”aturan sementara” tersebut, menjadi bagian dari ”aturan main ”bersama (tambahan).
  3. Tetap lihat semua aturan tersebut dari sisi pandang sang buah hati.. buat ”aturan main” yang mampu membiarkan kreativitas anak tetap berkembang, yang mampu membuat anak mandiri, dan lain sebagainya. Buat sebuah ”aturan main” dan buat anak mengerti kegunaan ”aturan main” itu bagi dirinya, dan selalu ingat, sampaikan dengan cara yang fun.. dan menarik.. dan. Hey, namanya juga ”aturan main”, bisa dikomunikasikan dengan cara yang fun kan?


Wah, butuh effort lebih tuh, gak gampang ya?


BENAR sekali.. tidak gampang.. tapi juga tidak susah apalagi mustahil kan?


Yang dibutuhkan dari diri kita hanyalah mau belajar, dari manapun dan dengan cara apapun, dan yang terpenting adalah KEMAUAN untuk membangun jembatan KOMUNIKASI, baik dengan pasangan kita maupun dengan anak kita.


“Inti dari bagaimana kita berkomunikasi adalah respon apa yang di dapat/ ditunjukkan dari lawan bicara.”


Apapun yang terjadi dalam komunikasi kita dengan pasangan, dengan anak, pelajari, jadikan itu sebagai pelajaran yang berharga bagi kita. Ketika kita menghadapi penolakan, menghadapi keputus-asaan, menghadapi kekeras-kepalaan.. itu semua hanyalah respon.. tetap belajar, ubah cara komunikasi kita, dan temukan berbagai kemungkinan-kemungkinan baru dalam kehidupan, temukan kualitas hubungan dan komunikasi yang luar biasa dengan orang-orang yang kita cintai.


”You never know if you never try”


Bukankah hidup ini adalah sebuah permainan, yang sudah disusun dan diberikan Sang Maha Kuasa pada kita semua, yang didalamnya ada kebahagiaan, kesedihan, semangat, dan lainnya?


Saatnya membangun komunikasi untuk kebersamaan dalam mendidik anak..


Kirdi Putra, CHI, CHt, NLP.

Professional Personal Coach

(Professional Hypnotherapy, NLP, Spiritual Enhancement Program, etc)

Hypnosis Training Institute of Indonesia (HTII)

Phone. +62 21 7918 2940, +62 3283 9866

http://htii.blogspot.com/

For things to change, I have to change

No comments: