Baguskah menceritakan masa lalu kita pada anak-anak kita?
Yang perlu kita tekankan pada diri kita sendiri adalah, bahwa apapun yang terjadi dan kita lakukan dulu, bukan berarti pasti dan harus juga dilakukan oleh anak-anak kita. Nilai-nilai kita (yang terpengaruh budaya, lingkungan, pendidikan, dll) mungkin masih banyak yang sama, tetapi coba bayangkan, dengan makin banyaknya sumber informasi (Radio, TV, Koran, Majalah, Internet), maka kemungkinan anak-anak kita untuk mengadaptasikan nilai-nilai dan pemahaman baru juga semakin besar. Masih ingat ketika kita kecil? Ada berapa stasiun TV yang kita tonton waktu itu, kalau dibandingkan sekarang? Masih ingat berapa banyak tempat-tempat hiburan di kota kita dulu? Ada berapa yang sudah berdiri dan berada di kota kita sekarang?
Semua itu menjadikan hidup menjadi semakin kompleks, bukan dari tatanan nilai-nilainya, tetapi dari jumlah informasi yang masuk ke pikiran anak-anak kita saat ini. Itulah yang membentuk reaksi yang berbeda. Jadi, bercerita? OK, mengharuskan nilai-nilai kita untuk diterapkan pada anak kita? Tunggu dulu...
Apakah masa lalu yang ”kelam” bisa saya ceritakan?
Wahhh... masa lalu yang ”kelam”? Kelam seperti apa? Berbeda lho untuk setiap orang. Mungkin maksudnya ada masa lalu kita sebagai orang tua yang kita anggap salah atau negatif? Kalau ini yang menjadi maksudnya, maka kita sebagai orang tua dapat secara bijak dapat memilih bagaimana cara kita menyampaikannya.
”bukan masalah ”apa” yang hendak kita sampaikan, tetapi ”bagaimana” cara kita menyampaikannya..”
banyak hal-hal yang sebetulnya benar dan positif, yang disampaikan oleh orang tua pada anaknya, tetapi kenapa masih banyak juga terjadi konflik antara orang tua dengan anak? Karena cara penyampaiannya... bukan isi pesannya, tetapi cara penyampaian pesannya yang seringkali menimbulkan konflik.
Maksudnya?
Begini, kalau kita ceritakan pada anak kita, secara lugas, tanpa pesan moral, bahwa kita pernah mengalami dan mencoba berbagai hal-hal negatif di masa lalu kita, bukan tidak mungkin terjadi kesalahan penangkapan maksud oleh anak kita. Hasilnya? Anak kita mencontoh apa yang sudah pernah kita perbuat, dan memberikan pembenaran bahwa ”lho, papa/mama saya juga melakukannya kok..”.
Lalu bagaimana caranya?
Sebelum kita menceritakan hal-hal tersebut, ada baiknya kita menceritakan hal-hal yang baik yang bisa terjadi atau dilakukan oleh anak kita, kemudian kita bercerita bahwa kita pernah melakukan kesalahan di masa lalu, yang seharusnya bisa tidak harus terjadi, tetapi karena kesalahan kita, maka kita menanggung akibat-akibatnya (juga diceritakan). Barulah kita menceritakan masa lalu kita yang ”kelam” tadi, sehingga anak kita juga sanggup mengambil hikmah dari cerita tadi, dan tidak masuk ke tempat yang sama.
Jadi, bukan masalah ”apa” yang akan kita ceritakan pada anak kita, tetapi ”bagaimana” kita menceritakannya yang akan sangat berpengaruh pada kehidupannya kelak.
No comments:
Post a Comment